December 9, 2024

Stemlan News – Berita Terkini Dunia Pendidikan

merupakan situs pemberitaan dari semangat mengangkat informasi-informasi yang berkaitan dengan kegiatan para murid, guru dan alumnus

Kejaksaan Agung Tanggapi Kasus Tom Lembong: Apakah Harus Ada Aliran Dana untuk Disebut Korupsi?

Kejaksaan Agung Tanggapi Kasus Tom Lembong: Apakah Harus Ada Aliran Dana untuk Disebut Korupsi?

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), terkait impor gula, telah menarik perhatian publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa penetapan status tersangka tidak harus selalu didasarkan pada bukti penerimaan aliran dana. Meskipun penyelidikan mengenai aliran uang masih berlangsung, Kejagung menganggap bukti yang ada sudah cukup untuk menjerat Tom Lembong sebagai tersangka.

“Apakah harus ada aliran dana dulu baru disebut sebagai tindak pidana korupsi?” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam pernyataannya pada Kamis (31/10/2024). Harli menjelaskan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, penyidik meyakini bahwa kebijakan yang diambil Tom Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

Regulasi yang Memicu Masalah Permasalahan ini bermula dari kebijakan Tom Lembong pada tahun 2015-2016 terkait impor gula di Indonesia. Pada saat itu, negara mengalami kekurangan stok gula kristal putih (GKP), yang merupakan jenis gula yang bisa langsung dikonsumsi masyarakat. Sesuai peraturan, impor GKP seharusnya hanya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan persetujuan rapat koordinasi antarkementerian untuk memastikan stabilitas pasokan dan harga.

Namun, dalam kebijakan yang diambil Tom Lembong, izin impor gula kristal mentah (GKM) diberikan kepada sejumlah perusahaan swasta. GKM tersebut diolah menjadi GKP dan dijual ke masyarakat dengan harga yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET). “Apakah regulasi yang diteken itu benar dan diperlukan? Tanpa adanya regulasi tersebut, apakah peristiwa ini bisa terjadi?” tanya Harli, menekankan pentingnya menelaah regulasi yang dibuat Tom Lembong.

Landasan Hukum dan Penetapan Tersangka

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menegaskan bahwa penetapan tersangka korupsi tidak harus disertai penerimaan keuntungan pribadi. “Dalam pasal-pasal tersebut, seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika tindakan melawan hukumnya menguntungkan pihak lain atau korporasi, meskipun dia sendiri tidak menerima keuntungan langsung,” jelas Qohar.

Dengan demikian, meskipun belum ada bukti aliran dana ke Tom Lembong, Kejagung menilai regulasi yang ditekennya memungkinkan sembilan perusahaan swasta untuk mendapatkan keuntungan besar dari impor GKM. Perusahaan-perusahaan ini kemudian mengolah GKM menjadi GKP dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), BUMN yang ditunjuk untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan tersebut, hanya mendapatkan fee sebesar Rp 105 per kilogram.

Kerugian Negara yang Signifikan Dari hasil penyelidikan, Kejagung menyatakan bahwa negara dirugikan sekitar Rp 400 miliar akibat kebijakan ini. “Kerugian ini berasal dari nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta, yang seharusnya menjadi milik negara,” tegas Abdul Qohar. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengabaikan peran BUMN dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga gula.

Langkah Selanjutnya dan Penyelidikan Aliran Dana Selain Tom Lembong, Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Kejagung menegaskan bahwa penyelidikan terkait aliran dana masih terus dilakukan untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. “Aliran dana memang penting dan sedang kami dalami. Namun, untuk penetapan tersangka, yang utama adalah adanya unsur penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara,” ujar Qohar.

Kasus korupsi impor gula ini menegaskan bahwa tindak pidana korupsi tidak selalu harus terkait dengan penerimaan keuntungan pribadi. Kebijakan atau regulasi yang merugikan negara dan menguntungkan pihak lain dapat masuk dalam kategori korupsi. Masyarakat kini menanti hasil penyelidikan lanjutan terkait aliran dana dan klarifikasi peran setiap tersangka dalam kasus ini, serta langkah-langkah hukum selanjutnya dari Kejaksaan Agung.

Share: Facebook Twitter Linkedin
Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *